HUMOR, IDUL FITRI, SALAMAN, DAN MATEMATIKA
Oleh: Al Jupri
Perhatikan kutipan humor berikut:
SEBENARNYA ada tiga ciri menonjol
dari orang Indonesia, yaitu jujur, pintar, dan mendukung pemerintah. Tetapi
sayangnya orang Indonesia kebanyakan memiliki dua ciri.
Artinya, manusia Indonesia itu ada
tiga macam. Pertama, kalau dia jujur dan propemerintah, biasanya tidak pintar.
Kedua, kalau dia pintar dan propemerintah, biasanya tidak jujur. Ketiga, kalau
dia jujur dan pintar, biasanya tidak propemerintah. (yc)***
Sumber: Pikiran Rakyat
Walaupun kutipan tersebut cuma
humor, tapi bukanlah humor biasa. Ya, saya bisa nyatakan kalau humor tersebut
adalah humor yang cerdas. Kandungannya “padat berisi”. Selain berisi lelucon,
ada juga kandungan lainnya. Yakni ada nilai “pendidikan dan pembelajaran” bagi
kita. Tak hanya membuat kita tertawa, juga membuat kita berpikir dan merenung.
Yang bisa jadi membuat wawasan kita lebih terbuka dan menyadari kenyataan
negeri kita.
Selain itu kandungan matematikanya
pun ada. Karenanya, humor tersebut layak ditampilkan di blog Bicara Matematika ini. Apa saja kandungan
matematika dari humor tersebut?
Mungkin sebagian dari pembaca akan
menebak begini. Pastinya, kandungan matematikanya adalah karena ada angka “dua”
dan “tiga” yang tertuang dalam humor tersebut. Betulkah?
Ya, tebakan tersebut tidaklah salah.
Tapi juga, tidak sepenuhnya benar. Lalu, apa lagi kandungan matematikanya?
Kandungan matematikanya yaitu tentang pengklasifikasian “macam” orang
Indonesia. Kriterianya berdasarkan tiga sifat yaitu Jujur (J), Pintar (P), dan
Propemerintah (M).
Berdasar humor tersebut, dikatakan
bahwa dari kriteria yang ada, kebanyakan orang Indonesia hanya memenuhi dua
kriteria. Karena kriterianya ada tiga, sedang sifat yang dipenuhi orang
Indonesia hanya dua saja, ini artinya kombinasi dua “hal” dari tiga “hal”. Ada
berapa macam kombinasinya? Ya tentu ada tiga, seperti juga sudah dinyatakan
dalam humor tersebut.
Sederhananya, bila diungkapkan
dengan simbol-simbol matematika, maka proses mengkombinasikan tiga macam orang
Indonesia itu seperti berikut ini.
J, P, M
Maka kombinasi dua simbol dari tiga
simbol tersebut adalah: JP, JM, dan PM.
Dengan JP = Jujur dan Pintar; JM =
Jujur dan Propemerintah; dan PM = Pintar dan Propemerintah.
Lalu, apa hubungan antara humor ini,
Idul Fitri, dan salaman? Mau tahu? Kalau mau tahu, silakan baca lanjutan
artikel ini!
Ya, beberapa detik lagi Idul Fitri
1428 H, hari raya umat Islam akan tiba. Hari raya ini tiba tiap tahunnya
setelah umat Islam yang beriman menunaikan ibadah puasa Ramadhan sebulan
lamanya. Di hari raya ini, seluruh umat Islam dengan suka cita menyambut
kedatangannya. Suka citanya karena pada hari ini kita sebagai manusia, bila
amal ibadah puasa kita diridhoi oleh Allah SWT, seperti baru dilahirkan. Lahir
dalam keadaan suci, sebagaimana bayi yang baru lahir dari rahim ibunya.
Di Indonesia, nama hari raya ini
sering disebut dengan nama lebaran. Kenapa ya?
Hmmm…, mungkin dari kata “lebar”,
yang dalam bahasa Jawa berarti “selesai”. Ya, selesai menunaikan ibadah puasa
Ramadhan sebulan lamanya. Makanya hari raya ini, khusus di Indonesia, disebut
dengan nama lebaran.
Kepada seluruh pembaca
yang merayakan hari raya Idul Fitri, saya mengucapkan selamat hari raya Idul
Fitri 1428 H. Taqabbalallahu Minna Waminkum Syiamana Wasyiamakum. Minal ‘aidin
wal faidzin. Mohon maaf lahir dan bathin.
Untuk Idul Fitri kali ini, pertama
kalinya dalam sejarah hidup ini, saya harus jauh dari orang tua, teteh,
adik-adik, dan kerabat lainnya. Ya, saya berlebaran di negeri asing, negeri
Belanda yang mayoritas penduduknya bukan muslim.
Sedih rasanya! Suara takbir, tahmid,
dan tahlil yang biasa saya dengar langsung dari Masjid di malam tanggal 1
Syawal, sekarang di sini, saya tak bisa mendengarnya lagi. Takbiran yang biasa
saya lakukan beserta teman-teman dan orang-orang di kampung menjadi sesuatu
yang sangat saya kangeni, sesuatu yang sangat saya rindukan. Walaupun begitu,
alhamdulillah saya perlu bersyukur, saya masih bisa mendengar dan menyaksikan
lewat layanan di internet ini, ya di You T**e (lumayan, sedikit mengurangi
rasa rindu suasana lebaran yang indah itu).
Pagi tadi, Jum’at 12 Oktober 2007,
saya melaksanakan sholat Ied* (sholat hari raya) di masjid terdekat dengan
tempat tinggal saya. Ya, masjid yang dikelola oleh warga muslim Belanda
keturunan Maroko.
Ketika melantunkan takbir, tahmid,
dan tahlil sebelum sholat Ied dimulai, saya merasa sangat sedih sekali.
Teringat suasana lebaran di kampung halaman. Teringat suasana cerianya lebaran
di kampung sendiri. Ingin rasanya pulang, tapi bagaimana? Ingin bertemu orang
tua, tapi tak bisa. Ingin bertemu teteh dan adik-adik, tapi bentang alam
merintang. Ingin bersilaturahmi dengan paman dan bibi, tapi jarak memisahkan.
Ingin bertemu nenek saya yang tinggal satu-satunya itu, lagi-lagi tak mungkin.
Apalagi silaturahmi dengan tetangga di kampung, ya kondisi saat ini belum
memungkinkan. (Pengen nangis….)
=======================================================
Ok, saya harus menyudahi rasa sedih
ini. Saya harus gembira lagi, agar bisa bercerita tentang matematika sederhana yang terkait dengan
aktivitas di hari raya Idul Fitri ini. Ya, di hari yang fitri ini kita sesama
muslim saling memaafkan, saling memberi maaf, saling memohon maaf, atas segala
khilaf yang pernah dilakukan, baik sengaja atau pun tidak. Nah, maaf-memaafkan
ini biasanya ditandai dengan saling bersalaman. “Salaman” inilah yang bisa
dikait-kaitkan dengan matematika.
Apa kaitannya?
Kaitannya sederhana saja. Apa?
Saya teringat dengan kebiasaan
setelah shalat Ied di kampung halaman saya. Ya, selalu di setiap setelah sholat
Ied dan setelah khutbah Idul Fitri selesai, maka para jamaah saling bersalaman,
tiap orang masing-masing menyalami orang lainnya (satu kali) untuk saling
meminta maaf diiringi dengan ucapan sholawat nabi. Yang muda mohon maaf pada
yang lebih tua. Yang tua memberi maaf pada yang muda. Begitu pula sebaliknya.
Nah, pertanyaan matematikanya, bila jamaah sholat Ied di kampung saya itu ada 200 orang, ada
berapa kali salaman yang terjadi?
Untuk menjawab masalah ini
sebetulnya cukup sederhana. Cara yang dilakukan serupa dengan cara yang
digunakan dalam melakukan kombinasi macam orang pada humor di atas. Bagaimana?
Mari kita simak uraian berikut ini.
Kita mulai dari kasus yang
sederhana.
Bila ada 2 orang, maka
salaman yang terjadi sebanyak 1 kali.
Bila ada 3 orang, maka
banyaknya salaman yang terjadi ada berapa kali? Biar mudah dipahami, misalkan
ketiga orang itu adalah A, B, C. Maka banyaknya salaman yang terjadi dapat
disimbolkan dengan AB, AC, dan BC. Dengan AB berarti A bersalaman dengan B; AC
berarti A bersalaman dengan C; dan begitu seterusnya. Jadi, ada 3 kali salaman
yang terjadi, yaitu AB, AC, dan BC. Nah, bukankah cara ini serupa dengan proses
pengkombinasian “macam” orang pada humor di atas?
Nah, bila ada 4 orang, maka ada
berapa banyak salaman yang terjadi? (Silakan jawab sendiri!)
…..
Sehingga, bila ada 200 orang, maka
berapa kali salaman yang terjadi? (Sebetulnya, bila para pembaca sudah tahu
tentang rumus kombinasi,
maka pertanyaan ini sangatlah mudah untuk dijawab. Karena itu, silakan
pura-pura tidak tahu saja ya tentang rumus kombinasi itu. Hehehehe… )
Ya sudah sampai di sini dulu ya
perjumpaan kita. Sampai jumpa di pertemuan berikutnya. Mudah-mudahan tulisan
ini ada manfaatnya, setidaknya sebagai bentuk silaturahmi dengan para pembaca
sekalian. Amin.
=======================================================
Sekali lagi, saya ucapkan
selamat Idul Fitri 1428 H, Taqabbalallahu Minna Waminkum Syiamana Wasyiamakum. Minal
‘aidin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan bathin.
Catatan: *Sholat Ied = Sholat sunnah hari raya Idul Fitri.
(Artikel ini ditulis pada tanggal 12
Oktober 2007, bertepatan dengan Idul Fitri 1428 H).
Sumber: http://mathematicse.wordpress.com/2007/10/12/humor-idul-fitri-salaman-dan-matematika/,
diakses 14 Agustus 2013.
Posting Komentar untuk "HUMOR, IDUL FITRI, SALAMAN, DAN MATEMATIKA"
Posting Komentar