Kamis, 22 Agustus 2013

WAWANCARA DENGAN PROF HENDRA GUNAWAN (Guru Besar Matematika ITB)




Sejak awal tahun ini,timbul keinginan untuk melakukan sesuatu yang belum pernah saya lakukan di blog ini, yaitu membuat postingan wawancara. Ingin rasanya mewawancarai salah satu tokoh Matematika di Indonesia. Akhirnya beberapa hari yang lalu keinginan tersebut terlaksana, melalui e-mail saya mewawancarai Prof Hendra Gunawan dari ITB. Buat belum tahu, siapa beliau silahkan baca cv nya di sini. Konon katanya beliau adalah salah satu Profesor yang paling produktif di negeri ini, Silahkan lihat di Google Scholar, betapa aktifnya beliu menerbitkan paper. Saya sudah 2 kali ketemu beliau. kesan yang saya tangkap, beliau orangnya humble, bersahaja sama sekali tidak terlihat  beliau adalah Guru besar Matematika dari perguruan tinggi terbaik di negeri ini.


Nah…inilah hasil wawancara saya dengan beliau.

Apa cita-cita Prof waktu kecil? Apakah sejak kecil sudah bercita-cita menjadi Profesor Matematika
Wah, waktu kecil boro-boro tahu apa itu profesor. Seperti kebanyakan anak kecil waktu itu, cita-cita saya menjadi pilot mungkin karena sering lihat pesawat terbang melintas di udara!

Apakah Prof masih ingat, sejak kapan prof tertarik dengan matematika? Apakah ketika SD prof sudah suka matematika?
Sejak SD saya suka berhitung (dulu nama mata pelajarannya kan Berhitung, bukan Matematika). Kakek saya selalu membanggakan kemampuan berhitung saya di depan tamu. Padahal cuma ditanya berapa 175 + 86, sederhana seperti itu.

Ketika lulus SMA, mengapa Prof memilih kuliah Jurusan Matematika?
Sejak SD, “kekuatan” saya yang utama adalah matematika (dan bahasa Inggris), yang bertumpu pada logika. Menjelang lulus SMA, ada tawaran bagi siswa yang prestasinya lumayan untuk masuk ke PTN via Program Perintis II, khusus utk program studi MIPA (kecuali IPB bebas). Saya pilih jurusan Mat ITB, krn yg paling pas ya itu. Saya tidak jago Fisika/Kimia. Sementara Biologi terlalu feminin, he3x.

Di mata Prof, apa yang menarik dari Matematika?
Matematika menuntut logika, pernalaran dan imajinasi. Itu yg menarik bagi saya.

Siapa Matematikawan favorit, Profesor? 
Sejujurnya, waktu itu saya belum kenal siapa-siapa. Bahkan Pythagoras pun tahu belakangan, setelah doktor. Di sekolah dan di PT (tahap S1) guru dan dosen tidak pernah mengekspos tokoh-tokoh matematika. Ketika studi S3, saya mulai mengenal bbrp tokoh matematika, khususnya yg terkait dgn bidang yg saya tekuni. Saya kagum dgn J. Fourier, C.F. Gauss, J. Von Neumann, G.H. Hardy, J.E. Littlewood dan E.M. Stein. Saya juga salut kepada Pythagoras dan Euclid.

Salah satu Tugas profesor adalah meneliti. Penelitian matematika itu seperti apa? Apakah harus menciptakan (atau menemukan) rumus baru?
Penelitian matematika pada dasarnya sama dengan penelitian bidang lainnya, yaitu memperluas khasanah pengetahuan, yaitu dengan menjawab pertanyaan yg muncul dari teori atau hasil penelitian sebelumnya. Hasilnya bisa berupa dalil atau rumus baru, atau secara umum teori baru yang melengkapi atau menyempurnakan teori sebelumnya. Sebaga contoh dalil Pyhtagoras itu sekarang tidak melulu soal segitiga siku-siku, tapi berlaku utk sejumlah vektor yg saling tegak lurus di ruang Hilbert (nah lho!).

Di blog, Prof mengatakan  “My areas of interest are Fourier analysis, functional analysis, and their applications. “  Mengapa Prof memilih itu sebagai area of interest? (Btw terjemahan yang tepat untuk area of interest, apa yach?)
Sejak S1 saya jatuh hati pada cabang analisis matematika. Ketika studi di Australia, saya mendalami cabang ini lbh jauh. Dua area tsb merupakan titik temu dari banyak cabang lainnya. Selain itu bekal pengetahuan yg sy miliki mendukung utk mendalaminya. Jd ya saya pilih area tersebut.

Matematika itu apa , Prof?
Wah, ini pertanyaan filosofis, saya blm tentu bisa menjawabnya secara filosofis. Bagi saya, matematika itu “dunia lain” yg bisa ditembus oleh kemampuan berpikir dan imajinasi manusia. Di dunia ini, kita bisa menemukan banyak keindahan. Begitu punya kunci masuk ke dunia ini, anda akan datang terus ke sana. Tak sedikit pula yg indah di dunia matematika itu bisa diterapkan di dunia nyata di mana kita hidup. Jd, selain indah, matematika itu berguna.

Pertanyaan klasik, matematika ditemukan atau diciptakan?
Ah, ini juga filosofis! Saya tidak pernah memikirkannya, sy hanya menjalani dan menikmatinya. Kadang saya merasa “menemukan” (misal rumus), kadang saya “menciptakan” (misal simbol dan istilah), namun sering kali tidak tahu bedanya (misal metode). Yg pasti, saya menikmati keindahannya!

Saya pernah ditanya siswa SMA, Buat apa belajar Matematika?  Untuk apa susah-susah belajar Trigonometri, Integral, dalam sehari-hari jarang kepakai ini?
He3x, itu karena belum tahu saja. Tugas guru mencerahkan siswa. Makanya perlu baca sejarah matematika. Dulu misalnya trigonometri dipakai utk menghitung jari2 bumi dan jarak matahari ke bumi. Kalau sehari-hari cuma ngobrol, makan, jalan-jalan ke mal ya tidak perlu matematika (yg canggih). Tapi apa hidup cuma itu? Siswa perlu dicerahkan bagaimana kemajuan peradaban (di negara lain) dicapai.

Punya pendapat tentang perkembangan matematika di Indonesia?
Ketika saya berpidato di Sidang Majelis Guru Besar ITB sy sampaikan pendapat sy ttg hal ini. Cuplikan naskah pidato sy tsb dapat diunduh dari blog personal saya http://personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan/various-articles/ . Singkat cerita, walau ada kemajuan dalam 20 tahun terakhir, kita masih tertinggal dalam matematika dibandingkan dgn negara sekecil Singapura. Perlu bbrp generasi mendatang utk mengejar ketertinggalan tsb, itupun kl negara lain tdk makin kencang larinya.

Pada pertemuan kita terakhir, Prof berbicara tentang gelar budaya bernalar. Nah.. bernalar itu apa, Prof?
Begini, salah satu masalah dgn bangsa kita tersirat dlm dua pertanyaan sebelumnya. Kita tahu bhw kita tertinggal, dan kita ingin maju. Tapi tahukah kita apa yg membuat bangsa lain maju? Mereka telah melalui “Era Bernalar”, the age of reason. Kekuatan manusia di situ, bisa berpikir, bernalar, menemukan jawaban mengapa ini begini dan itu begitu, bukan mengarang mitos sendiri atau menerima mitos yg ada. Bernalar itu, singkat kata, mendayagunakan kemampuan berpikir dan akal sehat kita. Kalau sulit, ya belajar, jangan lari (ke takhayul, misalnya). Bangsa ini perlu bernalar!

Terakhir, Apakah Prof punya saran bagaimana belajar Matematika yang benar?
Wah, saya tdk berani mengatakan ini atau itu yg benar. Yg pasti, belajar itu wajib, selama kita masih bernafas. Belajar Matematika itu perlu, otak manusia dibekali dgn kemampuan utk itu — sayang kalau tidak dipakai. Seperti belajar main piano, kalau hanya baca buku tentu tdk akan bisa. Jadi harus “by doing”, praktik, kerjakan, rekonstruksi, lakukan penelitian. Untuk belajar Matematika ya harus “bermatematika”, dan, seperti halnya olahraga, harus rutin.[]



2 komentar: