Kamis, 29 Januari 2015

DISKUSI FILSAFAT BERSAMA PROFESOR DI ITB



Salah satu tugas mata kuliah filsafat ilmu pengetahuan yang harus kami kerjakan adalah mengadakan diskusi dengan minimal 2 (dua) orang profesor di ITB mengenai filsafat.  Menyiasati tugas ini, maka kami secara berkelompok mendatangi beberapa profesor dengan harapan, semakin banyak profesor yang kami temui, maka semakin banyak pula keilmuan yang dapat kami gali.

Tulisan ini akan mengulas mengenai hasil diskusi yang telah kami lakukan dengan beberapa profesor di ITB.
1. Prof. Ir. Masyhur Irsyam, M.SE, Ph. D.
Diskusi bersama Prof. Ir. Masyhur Irsyam, M.SE, Ph.D., kami lakukan pada hari Rabu, 17 Oktober 2012, pukul 13.30 s.d. 14.30, setelah sehari sebelumnya kami membuat janji dengan beliau.  Diskusi tersebut dilakukan di tempat tugas beliau di rumah C, di Jalan Ganesha No.15.  Saya bersama dengan dua orang sahabat yang juga mengambil mata kuliah filsafat ilmu pengetahuan, yaitu Alfi Satria dan M. Nurkholish A.R.
Description: https://irvaniswandi.files.wordpress.com/2012/10/bersama-prof-masyhur.jpg?w=300&h=210
Prof. Ir. Masyhur Irsyam, M.SE, Ph.D. adalah lulusan ITB teknik Sipil dan Univ. Michigan USA.  Beliau, saat ini selain menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB, juga merupakan ketua dari HATTI (Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia).
Diskusi diawali dengan mengajukan pertanyaan kepada beliau, mengenai pandangan filsafat, dan apakah perlu mahasiswa S3 diajarkan filsafat ilmu.  Beliau menyatakan bahwa filsafat diperlukan untuk memahami fenomena alam.  Dengan memahami fenomena alam, maka kita akan dapat memetakan masalah, dan ini yang diperlukan oleh mahasiswa s3, yaitu kemampuan memetakan masalah.  Dan menurut beliau, engineering jelas masalahnya dan dapat dilakukan kuantifikasi terhadap permasalahan engineering.
Kemudian, hal lain yang kami tanyakan, terkait dengan keberhasilan studi mahasiswa s3.  Menurut beliau, seorang dosen yang menjadi advisor, sebaiknya memiliki roadmap penelitian dan juga memiliki target, sehingga roadmap penelitian tersebut dapat dipetakan kepada para mahasiswa s3 yang sedang melakukan penelitian.  Dengan pemetaan yang jelas, maka tingkat keberhasilan mahasiswa s3 akan lebih terukur dan terarah.  Tetapi, masalahnya adalah, bahwa masih jarang sekali advisor memiliki roadmap penelitian.  Hal ini terkait dengan pendanaan dan proyek penelitian yang disediakan oleh pemerintah masih sangat sedikit sekali.
Beliau juga menyatakan kekhawatirannya pada kondisi negara ini, yang menurut beliau, selain pejabatnya banyak yang bersifat populis juga banyak institusi yang menuntut hak yang sama padahal kewajibannya berbeda.  Menurut beliau, seharusnya tidak bisa disamakan antara perguruan tinggi yang baru lahir dengan perguruan tinggi yang sudah ber’umur’.  Kondisi ini yang menjadi salah satu penyebab lemahnya penelitian di Indonesia, selain masih rendahnya kesadaran pemerintah akan pentingnya penelitian.
Kemudian, ketika ditanyakan mengenai kapan waktu ideal bagi seorang mahasiswa s3 dapat menyelesaikan proses penelitiannya atau disertasinya.  Beliau menyatakan bahwa untuk menilai itu, ada 3 (tiga) faktor yang harus diperhatikan, yaitu :
1.       Times
2.      Quality
3.      Price
Jadi, menurut beliau, tidak bisa kita membuat sebuah barang dengan kualitas yang baik dan waktu yang singkat tetapi harganya murah.  Atau barang dibuat dengan biaya yang rendah dan kualitas yang bagus tetapi waktunya singkat.  Begitu beliau mencoba menganalogikan.
2. Prof. Dr. Iwan Pranoto
Prof. Dr. Iwan Pranoto adalah Guru Besar Ilmu Matematika ITB, yang dikukuhkan pada hari Jum’at, 30 Maret 2012. Dalam pidato ilmiahnya yang dibawakan pada saat pengukuhan guru besar yang bertempat di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB, beliau menyampaikan pidato yang berjudul “Menggali Hakikat Bermatematika Melalui Pengembangan Teori Kontrol”.
Diskusi kami bersama beliau dilakukan pada hari kamis, 20 Desember 2012, mulai jam 9.00 pagi sampai dengan jam 10.00 wib, bertempat di student center – ITB.
Di awal diskusi, beliau menyampaikan pandangannya mengenai matematika, yaitu bahwa matematika sama seperti seni, harus terkait dengan masyarakat, artinya masyarakat harus merasakan manfaatnya secara langsung.
Menurut beliau, matematika harusnya relevan, terkati dengan pendidikan, dan dapat melatih atau meningkatkan kemampuan nalar seseorang.
Matematika, dapat dikaitkan dengan berkat dan juga kutukan.  Berkat, karena semua bidang ilmu perlu matematika, dan kutukan, karena merasa bahwa belajar matematika adalah suatu keharusan. Nah, lalu bagaimana menjadikan belajar matematika karena memang menyenanginya.
Cara pengajaran matematika sangat mempengaruhi pandangan siswa terhadap matematika.  Matematika seharusnya jangan hanya dijadikan alat atau mengajarkan matematika tidak secara dokmatis (atau to the point), itu sangat berbahaya bagi perkembangan mental dan nalar dari siswa.
Ketika kami mencoba menanyakan pandangan beliau mengenai hubungan agama dengan filsafat, kemudian beliau menyatakan bahwa itu adalah hal yang berbeda.  Menurut beliau, agama berangkat dari iman, yang merupakan kepercayaan mutlak, sedangkan filsafat atau ilmu, berangkat dari ketidakpercayaan, untuk kemudian dicarikan pembuktiannya.  Artinya, agama dan filsafat (ilmu) adalah hal yang dimulai dari sesuatu yang berbeda.
Kembali kepada matematika, menurut beliau, ketika ada pernyataan belajar berhitung atau berhitung untuk belajar, maka yang manakah yang merupakan peran matematika?.  Mengajarkan matematika saat ini, masih berpikir ‘short-cut’, yaitu berpikir jalan pintas, inilah yang dimaksud beliau dapat berbahaya.  Manusia inginnya menemukan sendiri, bukan selalu dicekoki, demikian pula dalam belajar matematika.
Beliau menyatakan bahwa membangun budaya dapat dilakukan melalui pendidikan, sehingga dapat tercipta harmoni.  Kemudian, beliau mencontohkan bahwa dengan matematika kita dapat mengajarkan budaya atau moral.  Sebagai contoh mengajarkan tanggung jawab melalui membandingkan pecahan.
contoh :
2/3 dibandingkan dengan 4/7 ====> samakan pembilangnya :
2/3 dikalikan 2 menjadi 4/6, mana yg lebih besar?
————————————————————————-
5/6 dibandingkan dengan 2/3 =====> samakan penyebutnya :
2/3 dikalikan 2 menjadi 4/6, mana yg lebih besar?
————————————————————————-
3/7 dibandingkan dengan 5/8 =====> bandingkan dengan 1/2
3/7 kurang dari 1/2
5/8 lebih dari 1/2, jadi mana yg lebih besar?
————————————————————————-
2012/2013 dibandingkan dengan 878/879 =====> kurangkan 1 :
1 – 2012/2013 = 1/2013
1 – 878/879 = 1/879, mana yg lebih besar?
Ketika seorang siswa diminta menyelesaikan permasalahan dalam membandingkan dua bilangan pecahan, maka jawaban yang diberikan oleh siswa tersebut dapat disertai dengan alasan terhadap jawabannya.
Demikian hasil diskusi kami dengan Prof. Dr. Iwan Pranoto.

Sumber: https://irvaniswandi.wordpress.com/2012/10/17/diskusi-filsafat-bersama-profesor-di-itb/


1 komentar: